BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat
2015 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan secara optimal melalui terciptanya
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang
hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata di seluruh
wilayah Indonesia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga
tahun 2002 dan 2003 di Indonesia memperlihatkan penyakit ISPA merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas bayi dan anak balita. Survei tahun
2003 menunjukkan bahwa 25,7% penduduk menderita ISPA dengan penyebaran 42,4%
pada anak di bawah 1 tahun, 40,6% pada usia 1- 4 tahun dan 32,5% pada anak
berumur 5 - 14 tahun. Penyebab
kematian bayi tersebut setengahnya terkait dengan kesehatan ibu hamil, proses
kelahiran bayi, dan kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit yang merupakan
salah satu modal utama untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal, tetapi di
beberapa daerah masih ada kasus kecacatan dan penyakit yang disebabkan oleh
imunisasi yang belum lengkap atau sama sekali tidak mendapat imunisasi sejak
lahir, karena akses kesehatan masih belum terjangkau karena kondisi wilayah
atau daerah setempat (DepKes RI 2006).
Penyakit ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
utama. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kematian karena ISPA terutama
pada bayi dan anak balita, setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode
setiap tahunnya. Proporsi kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20% - 30%
(DepKes RI, 2007:3).
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat
akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak.
Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak,
maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya
pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA,
diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi
lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak
akan menjadi lebih berat.
Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah
dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT), serta BCG. Dengan
imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat
dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat
dicegah, sedangkan pemberian BCG untuk menghindarkan bayi/balita dari penyakit
infeksi.
Keberadaan perawat dalam suatu sarana kesehatan
seperti Rumah Sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam
memberikan asuhan keperawatan dinilai sangat memberikan kontribusi terhadap
kesembuhan pasien. Oleh karena itu, pengetahuan perawat tentang penatalaksanaan
penyakit ISPA pneumonia merupakan hal yang vital dalam hal memberikan asuhan
keperawatan pada penderita ISPA pneumonia (Zaidin, 2008).
Data awal yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi
Sultra jumlah penderita ISPA pada anak tahun 2007 sebanyak 3.788 kasus, tahun
2008 sebanyak 3.530 kasus. Dimana menurut laporan Subdin Pencegahan dan Pemberantasan
Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Sultra bahwa pada tahun 2009, terdapat 25
kematian penderita ISPA pneumonia pada balita.
Dari data awal yang diperoleh Dari Rumah Sakit Umum
Daerah Bombana jumlah penderita ISPA dengan pneumonia pada balita tahun 2007
sebanyak 454 orang, pada tahun 2008 sebanyak 567 orang dan pada tahun 2009
jumlah penderita ISPA dengan pneumonia pada balita sebanyak 769 orang (Profil
RSUD Bombana, 2010).
Pemberian Asuhan keperawatan pada pasien ISPA
pneumonia merupakan suatu hal penting karena mengingat bahwa penyakit ISPA
pneumonia mempunyai prognosis buruk kalau tidak segera ditangani. Dari hasil
studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah Bombana terhadap 6 orang perawat
didapatkan bahwa ada 5 orang perawat yang melaksanakan tugas dan fungsinya
kurang baik, sering mengabaikan pemberian kompres pada pasien yang mengalami
hipertermia, jarang memonitor tanda-tanda vital, terkesan hanya memberikan
intervensi atau treatmen tindakan dan sering mengabaikan pemberian pendidikan kesehatan
baik pada pasien maupun keluarga pasien dan system pendokumentasian proses
keperawatan yang belum tepat dimana dokumentasi keperawatan umumnya hanya
berupa data atau tindakan umum dan bersifat rutin saja, antara lain dokumentasi
tanda-tanda vital, pemberian obat, cairan infus atau hal-hal lain yang
merupakan instruksi medik. Jarang ditemukan catatan keperawatan yang
berdasarkan proses keperawatan mulai dari pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi dari tindakan
keperawatan.
Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “studi tentang penatalaksanaan asuhan
keperawatan pada balita dengan ISPA pneumonia yang dirawat inap di RSUD
Bombana”
B. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah
merujuk pada permasalahan di atas yakni: “bagaimana gambaran penatalaksanaan
asuhan keperawatan pada balita dengan ISPA pneumonia yang dirawat inap di RSUD
Bombana tahun 2011” ?
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan
pada balita dengan ISPA pneumonia yang dirawat inap di RSUD Bombana tahun 2011
2.
Tujuan Khusus
a.
Mengetahui penatalaksanaan proses Pengkajian
Keperawatan pada balita dengan ISPA pneumonia yang dirawat inap di RSUD
Bombana
b.
Mengetahui penegakkan Diagnosa Keperawatan pada balita
dengan ISPA pneumonia yang dirawat inap di RSUD Bombana
c.
Mengetahui Rencana Tindakan Keperawatan pada balita
dengan ISPA pneumonia yang dirawat inap di RSUD Bombana
d.
Mengetahui Implementasi Keperawatan pada balita dengan
ISPA pneumonia yang dirawat inap di RSUD Bombana
e.
Mengetahui Evaluasi Asuhan Keperawatan pada balita
dengan ISPA pneumonia yang dirawat inap di RSUD Bombana
D. Manfaat
Penelitian
1.
Bagi Perawat atau Profesi
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya tenaga perawat dalam rangka meningkatkan mutu pemberian
asuhan keperawatan
2.
Bagi instansi Pendidikan
Sebagai bahan acuan bagi pengembangan kurikulum pendidikan kesehatan agar
pendidikan senantiasa peka terhadap kenyataan yang ada di lapangan
3.
Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pengalaman yang berharga bagi
peneliti khususnya dalam meningkatkan wawasan dalam bidang penelitian.
4.
Bagi masyarakat
Sebagai bahan masukan bagi masyarakat dalam memilih fasilitas kesehatan
yang berkualiats
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang ISPA Dengan Pneumonia
1.
Definisi
Infeksi adalah kolonisasi yang dilakukan oleh spesies
asing terhadap organisme inang, dan bersifat membahayakan inang. Organisme
penginfeksi, atau patogen, menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk dapat
memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan inang. Kuman mengganggu fungsi
normal inang dan dapat berakibat pada luka kronik, gangren, kehilangan organ
tubuh, dan bahkan kematian. Respons inang terhadap infeksi disebut peradangan.
Secara umum, kuman umumnya dikategorikan sebagai organisme mikroskopik,
walaupun sebenarnya definisinya lebih luas, mencakup bakteri, parasit, fungi,
virus, prion, dan viroid. Simbiosis antara parasit dan inang, di mana satu
pihak diuntungkan dan satu pihak dirugikan, digolongkan sebagai parasitisme.
Secara lebih singkatnya yang dinamakan infeksi adalah
suatu peradangan atau masuknya kuman yang menyebabkan peradangan karena
perlawanan tubuh kita. Jika daya tahan tubuh kita mampu melawan kuman yang
masuk maka infeksi akan teratasi (tidak jadi sakit) dan jika daya tahan tubuh
kita tidak dapat melawan kuman yang masuk maka terjadilah infeksi.
Kuman yang masuk dapat berupa virus ataupun bakteri
dan bisa juga jamur tapi ini jarang. Jika terinfeksi oleh virus umumya lebih
sebentar daripada bakteri. Infeksi oleh virus lebih singkat tingkat keparahannya
tergantung daya virulensi atau tingginya daya masuk kuman yang menimbulkan parahnya
penyakit (Corwin, 2006).
ISPA
pneumonia sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang
benar adalah bahwa ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan
Akut.
ISPA
pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.
Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai
gelembung paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga
tengah dan selaput paru Infeksi saluran nafas atas dalam bahasa
Indonesia juga di kenal sebagai ISPA (Infeksi Saluran Napas Atas) atau URI
dalam bahasa Inggris adalah penyakit infeksi akut yang melibatkan organ saluran
pernafasan, hidung, sinus, faring, atau laring. Dinamakan ISPA karena sesuai
dengan lokasinya yaitu mengenai saluran nafas atas, dimana penyakitnya sesuai
dengan nama tempat yang di kenainya, yang termasuk dalam keadaan ini adalah
rhinitis, sinusitis, faringitis, tonsilitis dan laryngitis. Sedangakan flu
batuk berikutnya karena dekatnya daerah atau lokasi yang terkena (Gloria Cyber
Ministries, 2006).
2. Etiologi
Etiologi infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pneumonia terdiri dari 300 jenis virus, bakteri
dan Riketsia
a.
Virus penyebab Infeksi Saluran Pernapasan Akut antara
lain:
Golongan mikrovirus (termaksud didalamnya Influensa, virus Parainfluensa, dan virus campak), adenovirus,
koronavirus, mikoplasma, herper virus dan lain-lain
b.
Bakteri penyebab Infeksi Saluran Pernapasan Akut antara
lain;
Streptococcus hemolitikus,
staphilococcus, hemophilus influenza, bordetella pertusis, korinebakterium
difteri dan sebagainya.
3.
Patofisiologi
Walaupun saluran pernapasan atas (akut) secara
langsung terpajan lingkungan, namun infeksi relatif jarang terjadi berkembang
menjadi infeksi saluran pernapasan bawah yang mengenai bronchus dan alveoli.
Terdapat beberapa mekanisme protektif di sepanjang
saluran pernapasan untuk mencegah infeksi, refleksi batuk mengeluarkan benda
asing dan mikroorganisme, dan membuang mucus yang tertimbun, terdapat lapisan mukosilialis
yang terdiri dari sel-sel dan berlokasi dari bronchus ke atas yang menghasilkan
mucus dan sel-sel silia yang melapisi sel-sel penghasil mucus.
Silia bergerak dengan ritmis untuk mendorong mucus,
dan semua mikroorganisme yang terperangkap di dalam mucus, ke atas nasofaring
tempat mucus tersebut dapat dikeluarkan melalui hidung, atau ditelan. Proses
kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai system Eksalator mukolisiaris.
Apabila dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut
dan mengkoloni saluran napas atas, maka mikroorganisme akan dihadang oleh
lapisan pertahanan yang ketiga yang penting (system imum) untuk mencegah
mikroorganisme tersebut sampai di saluran napas bawah.
Respons ini diperantarai oleh limfosit, tetapi juga
melibatkan sel-sel darah putih lainnya misalnya makrofag, neutrofil, dan sel
mast yang tertarik ke daerah tempat proses peradangan berlangsung. Apabila
terjadi gangguan mekanisme pertahanan di bidang pernapasan, atau
mikroorganismenya sangat virulen, maka dapat timbul infeksi saluran pernapasan
bawah. (Corwin, 2006).
4.
Klasifikasi
ISPA
Program
Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) pneumonia mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
a.
Pneumonia berat: ditandai
secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest indrawing), dan
adanya tanda bahaya umum.
b.
Pneumonia: ditandai
secara klinis oleh adanya napas cepat.
c.
Bukan pneumonia: ditandai
secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada
kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong
bukan pneumonia.
Berdasarkan hasil
pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini
dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan
sampai 5 tahun.
Untuk golongan
umur 2 -12 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
a.
Pneumonia berat:
diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau
napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali
per menit atau lebih.
b.
Bukan pneumonia: batuk
pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah
atau napas cepat.
Untuk golongan
umur 12 bulan - 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu:
a.
Pneumonia berat: bila
disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan
tenang tidak menangis atau meronta).
b.
Pneumonia: bila disertai
napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2-12 bulan adalah 50 kali per
menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
c.
Bukan pneumonia: batuk
pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak
ada napas cepat.
5.
Tanda-tanda
bahaya
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan
dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala
menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan
pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka
dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih
tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan
yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam
kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan
tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis
a.
Pada sistem respiratorik
adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas
cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan
wheezing.
b.
Pada sistem cardial
adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
c.
Pada sistem cerebral
adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung,
kejang dan coma.
Tanda-tanda
laboratoris
a.
Hypoxemia
b.
Hypercapnia dan
c.
Acydosis (metabolik dan
atau respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah:
tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan
tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa
minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa
diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.
6.
Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium:
Pada pemeriksaan
ditemukan gambaran sebagai berikut:
a.
Hb menurun, nilai normal
L: 13-16gr%, P: 12-14gr%
b.
Leukosit meningkat,
nilain normal 500-1000/mm3
c.
Eritrosit menurun, nilai
normal 4,5-5,5 juta/mm3
d.
Urine biasanya lebih tua,
mungkin terdapat albuminuria karena suhu tubuh meningkat.
7.
Penatalaksanaan
a.
Pneumonia berat : dirawat
di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.
b.
Pneumonia: diberi obat
antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi
kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kotrimoksasol keadaan penderita
menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin
atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di
rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain
yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan
antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.
Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan
didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening
dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan
harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
Tanda bahaya setiap bayi atau
anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan
selanjutnya (Soehardjo, 2006)
8. Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu
dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA pneumonia.
a. Mengatasi panas (demam)
Untuk
anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol
atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya,
tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan.
Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
b.
Mengatasi
batuk
Dianjurkan
memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok
teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
c.
Pemberian
makanan
Berikan
makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih
sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang
menyusu tetap diteruskan.
d.
Pemberian
minuman
Usahakan
pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari
biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah
parah sakit yang diderita.
e.
Lain-lain
Tidak
dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat,
lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna
untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan
tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka
dianjurkan untuk membawa ke dokter atau petugas kesehatan. Untuk penderita yang
mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang
diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk
penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa
kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.
9. Pencegahan dan Pemberantasan
Pencegahan dapat dilakukan
dengan :
a. Menjaga
keadaan gizi agar tetap baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga
kebersihan prorangan dan lingkungan.
d. Mencegah
anak berhubungan dengan penderita ISPA pneumonia.
Pemberantasan yang dilakukan
adalah :
a. Penyuluhan
kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.
b. Pengelolaan
kasus yang disempurnakan.
c. Immunisasi.
Pelaksana pemberantasan
Tugas pemberatasan penyakit
ISPA pneumonia merupakan
tanggung jawab bersama. Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan
pemberantasan di wilayah kerjanya.
Sebagian besar kematiaan
akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat pengobatan petugas
Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui aktifitas kader akan
sangat'membantu menemukan kasus-kasus pneumonia yang perlu mendapat pengobatan
antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlu segera
dirujuk ke rumah sakit.
Dokter puskesmas mempunyai
tugas sebagai berikut :
a. Membuat
rencana aktifitas pemberantasan ISPA pneumonia sesuai dengan dana atau sarana dan tenaga yang
tersedia.
b. Melakukan
supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA pneumonia kepada perawat atau paramedis.
c. Melakukan
pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia berat/penyakit dengan tanda-tanda
bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila
dianggap perlu.
d. Memberikan
pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah sakit.
e. Bersama
dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu yang mempunyai
anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta tindakan
penunjang di rumah,
f. Melatih
semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang mengobati
penderita penyakit ISPA pneumonia,
g. Melatih
kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan penyuluhan
terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA pneumonia
h. Memantau
aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan pemberantasan
penyakit ISPA pneumonia.
menditeksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk aktifitas
pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.
B.
Tinjauan Tentang Balita
1.
Pengertian
Balita adalah anak yang berusia 0
bulan sampai 60 bulan yang merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan
badan yang sangat pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap
kilogram berat badan. Sedangkan anak balita adalah balita yang berusia 1 sampai
5 tahun.
Balita ini justru merupakan
kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi, dalam hal
ini kekurangan energi protein (KEP) (Sediotama, 2006).
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa
balita. Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan anak selanjutnya.
Untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal
tergantung pada potensi biologiknya. Tingkat tercapainya potensi biologik
seseorang, merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang saling
berkaitan, yaitu faktor genetik, lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial dan
perilaku. Proses yang unik dan hasil akhir yang berbeda-beda yang memberikan
ciri tersendiri pada setiap anak/balita (Soetjiningsih, 2007).
Masa balita merupakan masa paling berisiko menderita
penyakit terutama penyakit-penyakit infeksi. Hal ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh balita
masih kurang optimal dibandingkan dengan usia dewasa.
Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara
maju maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan masih tingginya
angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA terutama pada bayi dan anak
balita
(Supartini Y, 2007).
Meningkatnya angka
kesakitan dan kematian akibat ISPA khususnya pada balita disebabkan oleh karena
belum meratanya pemberian imunisasi pada balita khususnya bayi yang usianya di
bawah 1 tahun.
Bayi dan balita yang pernah terserang
campak dan selamat akan mendapat kekebalan alami terhadap ISPA sebagai
komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang
berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri,
pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam
upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas
ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status
imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkenbangan penyakitnya
tidak akan menjadi lebih berat.
Cara yang terbukti paling efektif saat ini
adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi
campak yang efektif sekitar 11% kematian ISPA balita dapat dicegah dan dengan
imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian ISPA dapat dicegah.
2.
Pembagian Balita
Menurut Soetjiningsih (2007), balita dibagi menjadi
5 kelompok umur yakni:
a.
0-12 bulan
b.
13-24 bulan
c.
25-36 bulan
d.
37-48 bulan
e.
49-60 bulan
C.
Tinjauan Umum Tentang Asuhan
Keperawatan Pada Pasien ISPA
Proses keperawatan secara umum diartikan sebagai
pendekatan dalam pemecahan masalah yang sistematis untuk memberikan asuhan keperawatan
terhadap setiap orang (Zaidin, 2008).
Standar prakek keperawatan nasional merupakan pedoman
bagi perawat Indonesia, baik generalis maupun spesialis di seluruh tatanan
pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dan lain-lain) dalam melakukan
asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan.
Standar praktek keperawatan di Indonesia, sebagaimana
telah dijabarkan oleh PPNI, mengacu pada tahapan dalam proses keperawatan yakni
terdiri dari 5 standar antara lain: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi (Nursalam, 2008):
1.
Standar I: Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara akurat,
menyeluruh, singkat, dan berkesinambungan.
Kriteria Proses:
a.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara,
observasi, pemeriksaan fisik, dan mempelajari data penunjang (hasil laboratorium,
catatan klien lainnya)
b.
Sumber data terdiri dari sumber data primer dan
sekunder. Sumber data primer berasal dari pengkajian langsung terhadap klien
dengan metode IPPA (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi). Sedangkan
sumber data sekunder berasal dari selain klien, misalnya: keluarga atau orang
terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lainnya.
c.
Data yang dikumpulkan, berfokus untuk mengidentifikasi:
1)
Status kesehatan klien saat ini
2)
Status kesehatan klien masa lalu
3)
Status fisiologis-psikologis-sosial-spiritual
4)
Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan ISPA :
a.
Riwayat : demam, batuk, pilek, anoreksia, badan
lemah/tidak bergairah, riwayat penyakit pernapasan, pengobatan yang dilakukan
dirumah dan penyakit yang menyertai.
Tanda fisik: Demam, dyspneu, tachipneu, menggunakan otot pernafasan
tambahan, faring hiperemis, pembesaran tonsil dan sakit menelan.
b. Faktor perkembangan : Umum ,tingkat
perkembangan,kebiasaan sehari-hari, mekanisme koping,kemampuan mengerti
tindakan yang dilakukan.
c. Pengetahuan pasien/keluarga: pengalaman
terkena penyakit pernafasan, pengetahuan tentang penyakit pernafasan dan
tindakan yang dilakukan (Nettina, 2007).
2.
Standar II :
Diagnosa Keperawatan
Perawat melakukan analisis terhadap data-data yang dikumpulkan selama
pengkajian untuk menegakkan Diagnosa Keperawatan.
Kriteria Proses:
a.
Proses
diagnosa keperawatan terdiri dari: analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien, dan
perumusan diagnosa keperawatan.
b.
Komponen diagnosa
keperawatan terdiri dari:
P (Problem) atau masalah
E (Etiology) atau penyebab
S (Symptom) atau tanda dan gejala
Akan tetapi terkadang hanya terdiri dari P dan E saja.
c.
diagnosa keperawatan memiliki 2 bentuk, yakni:
1)
Actual, yaitu diagnose keperawatan yang menjelaskan
masalah nyata yang sudah ada pada saat pengkajian dilakukan
2)
Potensial, yaitu diagnosis keperawatan yang menjelaskan
masalah nyata akan terjadi bila tindakan keperawatan tidak dilakukan
d.
Validasi
diagnosa dilakukan dengan cara bekerjasama dengan klien dan
berusaha untuk dekat dengan klien atau petugas kesehatan lain.
e.
Melakukan pengkajian
ulang dan merevisi
diagnosa keperawatan berdasarkan data
terbaru.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada penderita
ISPA antara lain:
a.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses
inspeksi (Marilyn E. D, 2007).
b.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia
c.
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada membran
mukosa faring dan tonsil.
d.
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru.
3. Standar III
: Perencanaan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk
mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien.
Kriteria Proses:
a.
Perencanan terdiri dari penetapan:
1)
prioritas masalah
2)
tujuan dan kriteria hasil
3)
rencana tindakan
b.
Melibatkan klien dalam membuat perencanaan keperawatan
c.
Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan klien saat itu
d.
Mendokumentasikan rencana keperawatan
4. Standar IV : Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam
asuhan keperawatan.
Kriteria Proses:
a.
Bekerjasama
dengan klien dalam
pelaksanaan tindakan keperawatan
b.
Berkolaborasi dengan profesi kesehatan lain untuk meningkatkan kesehatan lain
c.
Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah
kesehatan klien
d.
Melakukan supervisi terhadap tenaga pelaksana
keperawatan dibawah tanggung jawabnya
e.
Menjadi coordinator pelayanan dan advocator bagi klien
dalam mencapai tujuan perawatan
f.
Menginformasikan kepada klien tentang status kesehatan
dan fasilitasi-fasilitasi pelayanan kesehatan yang ada.
g.
Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai
konsep keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan
yang digunakan
h.
Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan
keperawatan berdasarkan respon klien.
5. Standar
V : Evaluasi
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan dalam pencapaian
tujuan dan merevisi data dasar serta perencanaan.
Kriteria Proses:
a.
Menyusun perencanaan evaluasi hasil
terhadap intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus.
b.
Menggunakan data
dasar dan respon klien
dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan
c.
Memvalidasi
dan menganalisa data baru dengan
teman sejawat dan klien
d.
Bekerjasama
dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi
rencana asuhan keperawatan
e.
Mendokumentasi
hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan
(Suriadi,Yuliani R, 2007).
C.
Kerangka Penelitian
1. Dasar Pemikiran
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pneumonia adalah
radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi
jasad renik atau bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan
radang parenkim paru.
Peran seorang perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya tentang penatalaksanaan penderita penyakit ISPA pneumonia
sangat diperlukan demi untuk mempercepat proses penyembuhan pasien hipertensi
misalnya melalui pengkajian, penegakkan diagnose, perencanaan, implementasi dan
evaluasi keperawatan seperti melaksanakan penyuluhan kesehatan dan motivasi
kepada klien keluarga klien untuk mentaati program terapi. Oleh karena itu
diperlukan pengetahuan perawat tentang pemberian Asuhan Keperawatan pada pasien
ISPA pneumonia sangatlah diperlukan.
2. Kerangka Pikir
Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskritif
dengan pendekatan survey, dimana desain ini digunakan untuk mendeskripsikan
atau menguraikan suatu keadaan di dalam suatu komunitas atau masyarakat
(Notoatmodjo, S, 2007). Dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran penatalaksanaan
asuhan keperawatan pada balita dengan ISPA pneumonia yang dirawat inap di RSUD
Bombana tahun 2011
B.
Waktu dan Tempat Penelitian
1.
Waktu
Waktu pelaksanaan penelitian telah dilakukan selama 4
minggu, dimulai tanggal 20 Mei – 20 Juni 2011.
2.
Tempat
Tempat penelitian ini telah dilakukan di Ruang rawat
inap RSUD Bombana tahun 2011.
C.
Populasi Dan Sampel
1.
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat
yang bertugas memberikan Asuhan keperawatan pada penderita ISPA pneumonia yang
dirawat di RSUD Bombana tahun 2011 yang berjumlah 32 orang
2. Sampel
Sampel adalah perawat yang memberikan Asuhan keperawatan
pada penderita ISPA pneumonia yang dirawat di RSUD Bombana tahun 2011 dengan
menggunakan total sampling yaitu teknik penetapan sampel dimana
seluruh populasi dijadikan sebagai sample sehingga jumlah dalam penelitian ini
adalah 32 orang (Kriyantono, 2007).
D. Variabel
Penelitian, Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif
1.
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti yakni pelaksanaan Asuhan
keperawatan ISPA pneumonia
2.
Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
2.1 Asuhan
keperawatan ISPA pneumonia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses
penerapan Asuhan keperawatan pada penderita ISPA pneumonia yang dilakukan oleh
tenaga perawat, mulai dari pengkajian sampai pada evaluasi.
2.1.1 Proses pengkajian yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah tahap pengumpulan data yang dilakukan oleh perawat dengan cara melakukan
wawancara dan pemeriksaan fisik pada pasien penderita ISPA pneumonia. Jumlah
pernyataan sebanyak 10 item dan untuk setiap item yang dilakukan diberi nilai 1
dan item yang tidak dilakukan diberi nilai 0.
Kriteria
hasil:
·
Lengkap :
jika jawaban dan hasil observsi ≥ 60%
·
Tidak lengkap : jika jawaban dan hasil observasi < 60%
(Arikunto,
2008)
2.1.2
Diagnosa
keperawatan adalah tahap perumusan masalah keperawatan, Jumlah pernyataan
sebanyak 10 item dan untuk setiap item yang dilakukan diberi nilai 1 dan item
yang tidak dilakukan diberi nilai 0.
Kriteria
hasil:
·
Lengkap :
jika jawaban dan hasil observsi ≥ 60%
·
Tidak lengkap : jika jawaban dan hasil observasi < 60%
(Arikunto,
2008)
2.1.3
Rencana tindakan
keperawatan adalah suatu tahapan dalam memberikan asuhan keperawatan dimana
perawat merencanakan tindakan yang akan diberikan sesuai dengan masalah
kesehatan seperti rencana tindakan disesuaikan dengan masalah pasien, mempunyai
jangka waktu pencapaian dan lain sebagainya. Jumlah pernyataan sebanyak 10 item
dan untuk setiap item yang dilakukan diberi nilai 1 dan item yang tidak
dilakukan diberi nilai 0.
Kriteria
hasil:
·
Lengkap :
jika jawaban dan hasil observsi ≥ 60%
·
Tidak lengkap : jika jawaban dan hasil observasi < 60%
(Arikunto,
2008)
2.1.4
Implementasi
keperawatan adalah tahap pelaksanaan tindakan keperawatan yang meliputi
kesesuaian antara rencana dengan tindakan, meminta persetujuan pasien, item
pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan kondisi pasien. Jumlah pernyataan
sebanyak 10 item dan untuk setiap item yang dilakukan diberi nilai 1 dan item
yang tidak dilakukan diberi nilai 0.
Kriteria
hasil:
·
Lengkap :
jika jawaban dan hasil observsi ≥ 60%
·
Tidak lengkap : jika jawaban dan hasil observasi < 60%
(Arikunto,
2008)
2.1.5
Evaluasi
keperawatan adalah tahap akhir dari pelaksanaan asuhan keperawatan dimana
perawat melakukan penilaian terhadap keberhasilan asuhan keperawatan yang telah dilakukan. Jumlah pernyataan
sebanyak 10 item dan untuk setiap item yang dilakukan diberi nilai 1 dan item
yang tidak dilakukan diberi nilai 0.
Kriteria
hasil:
·
Lengkap :
jika jawaban dan hasil observsi ≥ 60%
·
Tidak lengkap : jika jawaban dan hasil observasi <60%
(Arikunto, 2008)
D. Instrumen Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan cara observasi responden.
Sedangkan data sekunder yang berhubungan dengan penelitian ini diperoleh dari rekam
medik RSUD Bombana tahun 2011.
F. Pengolahan Dan Analisa Data
1.
Pengolahan Data
1.1 Editing
Editing atau penyuntingan data dilakukan pada saat
peneliti yakni memeriksa semua lembaran observasi yang telah diisi yaitu
kelengkapan data, kesinambungan data, dan memeriksa keseragaman data.
1.2 Koding
Koding atau pengkodean pada lembaran observasi, pada
tahap ini kegiatan yang dilakukan ialah mengisi daftar kode yang disediakan
pada lembaran observasi, sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan.
1.3 Skoring
Setelah melakukan pengkodean maka dilanjutkan dengan
tahap pemberian skor pada lembar observasi dalam bentuk angka-angka.
1.4 Tabulating
Setelah selesai pembuatan kode selanjutnya dilakukan
pengolahan data kedalam satu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki yang mana
sesuai dengan tujuan penelitian ini. Tabel yang digunakan yaitu berupa tabel
sederhana atau tabel silang.
2. Analisa Data
Analisa data dilakukan secara manual dengan menggunakan kalkulator,
kemudian hasilnya disajikan dalam bentuk tabel frekuensi disertai
penjelasan-penjelasan.
Sedangkan dalam pengolahan data maka digunakan rumus:
f
P =
------------------- x 100%
N
Keterangan:
f = frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N = Number Of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu)
P = angka persentase (Sudijono, 2008).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a.
Letak geografis
RSUD Kab. Bombana adalah rumah sakit milik Pemerintah
Daerah Kabupaten Bombana yang berada di Kelurahan Poea Kecamatan Rumbia Tengah.
Rumah sakit ini mulai dibangun sejak tahun 2005 dan diresmikan penggunaannya
pada tanggal 9 Februari 2007 sebagai rumah sakit Umum Daerah Kabupaten Bombana
kelas D.
Sesuai dengan konsep Otonomi Daerah maka sesuai dengan
UU Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Daerah Nomor : 02 Tahun 2005, RSUD
Kabupaten Bombana ditetapkan sebagai Lembaga Tehnis Daerah dengan struktur organisasi
yang telah disesuaikan dengan prinsip kaya fungsi dan miskin struktur.
RSUD
Kabupaten Bombana terletak di Kecamatan Rumbia, tepatnya di Kelurahan Poea dengan luas lahan 3.527 M2 dan
luas bangunan 2.110 M2 .
b.
Sarana
dan Prasarana
RSUD
Kabupaten Bombana memiliki sarana gedung meliputi :
Gedung
Administrasi 1 unit
Gedung
Poliklinik 1 unit
Poliklinik Umum 1
Ruang
Poliklinik Gigi 1 Ruang
Poliklinik
Spesialis 4 Ruang
Ruang Kartu /
Medical Record 1 Ruang
Ruang Apotik 1 Ruang
Gedung Unit
Gawat Darurat 1 unit
Gedung Perawatan 2 unit
Gedung Bersalin 1
unit
Gedung
Laboratorium 1 unit
Gedung Operasi
(OK) 1 unit
Ruang Instalasi
Gizi 1 unit
Gudang Obat 1 unit
Dalam
menunjang pelaksanaan kegiatan, RSUD Kabupaten Bombana dilengkapi dengan 1 unit
mobil ambulance, 1 buah mobil dinas direktur, 2 buah mobil operasional dokter
spesialis dan 12 buah sepeda motor.
c.
Ketenagaan
Jumlah
tenaga kerja yang ada di RSUD Kabupaten Bombana sebanyak 99 orang yang
terdiri dari dari :
Tenaga medis
Tenaga paramedis
Tenaga paramedis
non perawatan
Tenaga
administrasi dan lain-lain
d. Visi
dan Misi RSUD Bombana
RSUD Kabupaten Bombana mempunyai :
1)
Visi
“Memberdayakan dan mengembangkan RSUD Kabupaten Bombana menjadi Rumah
Sakit Unggulan dengan pelayanan prima dan semangat kebersamaan guna
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Bombana”.
2)
Misi
a)
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)
sehingga mampu melaksanakan pelayanan yang profesional dan optimal.
b)
Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan secara prima
dan memenuhi akreditas rumah sakit sehingga memberikan rasa aman dan nyaman
bagi pelanggan dan stake holder.
c)
Melengkapi berbagai jenis pelayanan spesialis.
d)
Melengkapi sarana dan prasarana penunjang kegiatan
rumah sakit baik itu berupa peralatan kesehatan, obat – obatan untuk mendukung
sektor unggulan daerah khususnya kabupaten Bombana.
e)
Melengkapi manajemen, pendapatan dan kesejahteraan
pegawai rumah sakit.
f)
Menjamin terpeliharanya hubungan koordinasi antar
berbagai pihak.
2.
Analisis Univariate
Analisis data umum adalah suatu analisis yang
mendeskripsikan karakteristik responden berdasarkan kelompok umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan dan lama kerja perawat. Masing-masing karakteristik
dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok
Umur.
Adapun karakteristik responden berdasarkan kelompok umur, sebagaimana
diuraikan pada tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur
Di
Ruang Rawat Inap RSUD Bombana Tahun 2011
No
|
Umur
|
Frekuensi
|
%
|
1
2
3
4
|
22-27
28-33
34-39
40-45
|
15
11
2
4
|
46,88
34,37
6,25
12,50
|
Total
|
32
|
100
|
Sumber: data primer 2011
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan bahwa dari 32 responden
dengan kelompok umur yang paling banyak adalah yang berumur 22-27 tahun yaitu
15 orang (46,88%) dan yang paling sedikit adalah responden dengan umur 34-39
tahun yaitu sebanyak 2 orang (6,25%).
b.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin
Adapun karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin, sebagaimana diuraikan pada tabel 4.2 di bawah ini.
Tabel
4.2
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Di
Ruang Rawat Inap RSUD Bombana Tahun 2011
No
|
Jenis
Kelamin
|
Frekuensi
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Laki-laki
Perempuan
|
3
29
|
9,37
90,63
|
Total
|
32
|
100
|
Sumber: data primer 2011
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 32
responden yang paling banyak adalah
berjenis kelamin perempuan yaitu 29 orang (90,63%) dan berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 3 orang (9,37%).
c.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja
Adapun karakteristik responden berdasarkan lama kerja,
sebagaimana diuraikan pada tabel 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Lama Kerja
Di
Ruang Rawat Inap RSUD Bombana Tahun 2011
No
|
Lama
Kerja (Thn)
|
Frekuensi
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
≥
1
<
1
|
30
2
|
93,75
6,25
|
Total
|
32
|
100
|
Sumber: data primer 2011
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 32
responden yang paling banyak adalah responden yang bekerja lebih dari 1 tahun
sebanyak 30 orang (93,75%) sedangkan yang paling sedikit adalah yang bekerja
kurang dari 1 tahun sebanyak 2 orang (6,25%).
d.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Adapun karakteristik responden berdasarkan tingkat
pendidikan, sebagaimana diuraikan pada tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Di Ruang Rawat Inap RSUD Bombana Tahun
2011
No
|
Tingkat
Pendidikan
|
Frekuensi
|
Persentase
(%)
|
1
2
3
|
SPK
Akper
Ners
|
8
22
2
|
25,00
68,75
6,25
|
Total
|
32
|
100
|
Sumber: data primer 2011
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 32
responden yang paling tinggi adalah berpendidikan Akper sebanyak 22 orang
(68,75%) dan yang paling sedikit adalah Ners sebanyak 2 orang (6,25%).
e.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelatihan
Keperawatan
Adapun karakteristik responden berdasarkan pelatihan
keperawatan, sebagaimana diuraikan pada tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Pelatihan Keperawatan
Di
Ruang Rawat Inap RSUD Bombana Tahun 2011
No
|
Pelatihan
Keperawatan
|
Frekuensi
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
>
1
≤
1
|
16
16
|
50
50
|
Total
|
32
|
100
|
Sumber: data primer 2011
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 32
responden yang mengikuti pelatihan keperawatan lebih dari 1 kali sebanyak 16
orang (50%) dan yang mengikuti pelatihan kurang dari 1 kali sebanyak 16 orang
(50%).
f.
Pengkajian Keperawatan
Hasil pengolahan data tentang distribusi pengkajian
keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Bombana adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Pengkajian Keperawatan Di Ruang Rawat Inap RSUD
Bombana Tahun 2011
No
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Lengkap
Tidak lengkap
|
15
17
|
46,88
53,12
|
Total
|
32
|
100
|
Sumber:
data primer 2011
Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32
orang responden yang melakukan pengkajian dalam kategori lengkap sebanyak 15
perawat (46,88%) dan yang melakukan pengkajian dalam kategori tidak lengkap
sebanyak 17 perawat (53,12%).
g.
Diagnosa Keperawatan
Hasil pengolahan data tentang distribusi diagnosa
keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Bombana adalah sebagai berikut:
Tabel
4.7
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Diagnosa Keperawatan
Di
Ruang Rawat Inap RSUD Bombana Tahun 2011
No
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Lengkap
Tidak lengkap
|
14
18
|
43,75
56,25
|
Total
|
32
|
100
|
Sumber: data primer 2011
Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32
orang responden yang melakukan penegakkan diagnosa keperawatan dalam kategori
lengkap sebanyak 14 perawat (43,75%) dan yang melakukan penegakkan diagnosa
keperawatan dalam kategori tidak lengkap sebanyak 18 perawat (56,25%).
h.
Perencanaan Keperawatan
Hasil pengolahan data tentang distribusi perencanaan
keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Bombana adalah sebagai berikut:
Tabel
4.8
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Perencanaan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap
RSUD Bombana Tahun 2010
No
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Lengkap
Tidak lengkap
|
14
18
|
43,75
56,25
|
Total
|
32
|
100
|
Sumber: data primer 2011
Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32
orang responden yang melakukan penyusunan perencanaan keperawatan dalam
kategori lengkap sebanyak 14 perawat (43,75%) dan yang melakukan penyusunan
perencanaan keperawatan dalam kategori tidak lengkap sebanyak 18 perawat
(56,25%).
i.
Implementasi Keperawatan
Hasil pengolahan data tentang distribusi implementasi
keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Bombana adalah sebagai berikut:
Tabel
4.9
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Implementasi Keperawatan Di Ruang Rawat Inap
RSUD Bombana Tahun 2011
No
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Lengkap
Tidak lengkap
|
13
19
|
40,62
59,38
|
Total
|
32
|
100
|
Sumber: data primer
2011
Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32
orang responden yang melakukan implementasi keperawatan dalam kategori lengkap
sebanyak 13 perawat (40,62%) dan yang melakukan penyusunan perencanaan
keperawatan dalam kategori tidak lengkap sebanyak 19 perawat (59,38%).
j.
Evaluasi Keperawatan
Hasil pengolahan data tentang distribusi evaluasi
keperawatan di Ruang Rawat Inap RSUD Bombana adalah sebagai berikut:
Tabel 4.10
Distribusi
Frekuensi Responden Berdasarkan Evaluasi Keperawatan
Di
Ruang Rawat Inap RSUD Bombana Tahun 2011
No
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Lengkap
Tidak lengkap
|
13
19
|
40,62
59,38
|
Total
|
32
|
100
|
Sumber: data primer
2011
Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32
orang responden yang melakukan evaluasi keperawatan dalam kategori lengkap
sebanyak 13 perawat (40,62%) dan yang melakukan evaluasi keperawatan dalam
kategori tidak lengkap baik sebanyak 19 perawat (59,38%).
B.
Pembahasan
Adapun hasil pengolahan data tentang gambaran
pelaksanaan asuhan keperawatan pada penderita ISPA Pneumonia di Ruang Rawat
Inap RSUD Bombana tahun 2011 adalah sebagai berikut:
1.
Pengkajian Keperawatan
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 32 orang
responden yang melakukan pengkajian dalam kategori lengkap sebanyak 15 perawat
(46,88%) dan yang melakukan pengkajian dalam kategori tidak lengkap sebanyak 17 perawat (53,12%).
Untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai
standar maka perawat harus mempunyai tingkat pengetahuan yang baik. Diman
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang.
Pendidikan mempengaruhi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya
pengkajian yang yang berfokus atau berpedoman pada SAP dan melakukan
dokumentasi atas apa yang sudah dilakukan. Selain faktor di atas, faktor motivasi dan beban kerja perawat juga
ikut memberikan andil dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Motivasi merupakan suatu proses emosi dan proses
psikologis dan bukan logis. Motivasi pada dasarnya merupakan proses yang tidak
disadari. Jadi dalam tiap individu kebutuhan untuk memotivasi berbeda dari
waktu ke waktu. Kuncinya kebutuhan mana yang saat itu paling dominan. Untuk
pendokumentasian asuhan keperawatan dibutuhkan motivasi perawat yang timbul
sepenuhnya dari hati. Sehingga untuk menimbulkan motivasi yang baik maka
perawat sendiri perlu menyadari kebutuhan dan kepentingan pendokumentasian
asuhan keperawatan.
Untuk
memotivasi seorang perawat, selain kesadaran dari orang itu sendiri, perlu
orang lain yang memberi motivasi karena dengan kehadiran orang lain akan
semakin meningkatkan motivasi dalam diri perawat. Dalam hal ini sosok manajer
perawat diharapkan dapat mengaplikasikan teknik, keterampilan dan pengetahuan
termasuk teori motivasi untuk membantu perawat memperoleh apa yang mereka
inginkan dari pekerjaan perawatan (Swansburg, 2005).
2.
Diagnosa Keperawatan
Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32
orang responden yang melakukan penegakkan diagnosa keperawatan dalam kategori
lengkap sebanyak 14 perawat (43,75%) dan
yang melakukan penegakkan diagnosa keperawatan dalam kategori tidak lengkap
sebanyak 18 perawat (56,25%).
Beban kerja perawat adalah lama
dan berat ringannya suatu pekerjaan serta banyaknya tugas yang dilakukan oleh
perawat baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Secara kuantitas menunjukkan:
adanya jumlah pekerjaan, beragamnya pekerjaan yang harus dikerjakan, lamanya
waktu untuk menyelesaikan pekerjaan. Secara kualitas merupakan tuntutan
penampilan kerja yang diharapkan. Dalam kuesioner penelitian terdapat
permasalahan seperti dokumentasi yang tidak dilakukan, penetapan diagnosa yang
kurang lengkap, perawat hampir tidak memprioritaskan masalah keperawatan yang
didapatkan dan lain sebagainya.
Fluktuasi
beban kerja merupakan bentuk lain dari pembangkit stress kerja. Untuk jangka
waktu tertentu bebannya sangat ringan dan saat-saat lain bebannya bisa
berlebihan. Situasi tersebut dapat kita jumpai pada tenaga kerja yang bekerja
pada rumah sakit khususnya perawat. Keadaan yang tidak tepat tersebut dapat
menimbulkan kecemasan, ketidakpuasan kerja dan kecenderungan meninggalkan kerja
(Munandar, 2007). Yang mempengaruhi beban kerja perawat adalah kondisi pasien
yang selalu berubah, jumlah rata-rata jam perawatan yang di butuhkan untuk
memberikan pelayanan langsung pada pasien serta dokumentasi asuhan keperawatan
(Kusmiati, 2006).
3. Perencanaan Keperawatan
Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32
orang responden yang melakukan penyusunan perencanaan keperawatan dalam
kategori lengkap sebanyak 14 perawat (43,75%) dan yang melakukan penyusunan
perencanaan keperawatan dalam kategori tidak lengkap sebanyak 18 perawat
(56,25%).
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kebanyakan
perawat kurang atau tidak melakukan penetapan rencana keperawatan. Hal
ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang proses keperawatan khususnya
dalam menetapkan rencana tindakan. Salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan adalah pengalaman yang didapatkan dari pelatihan yang dilakukan
oleh petugas kesehatan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32 responden
yang belum pernah mengikuti pelatihan sebanyak 16 orang, dan hal ini akan
mempengaruhi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Selain kurangnya pengetahuan yang dimiliki banyak
faktor lain yang mempengaruhi pemberian asuhan keperawatan antara lain
kurangnya motivasi dari perawat untuk memberikan asuhan keperawatan dengan
baik, waktu yang tersedia kurang banyak terkait beban kerja yang harus
dilakukan oleh perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien dan lain sebagainya
Langkah ketiga adalah perawat mengembangkan rencana tindakan keperawatan untuk mencapai
tujuan yang diharapan, dengan rasional perecanaan dikembangkan berdasarkan
diagnosis keperawatan.
4. Implementasi Keperawatan
Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32 orang responden yang melakukan penyusunan
perencanaan keperawatan dalam kategori lengkap sebanyak 13 perawat (40,62%) dan
yang melakukan evaluasi keperawatan dalam kategori tidak lengkap sebanyak 19
perawat (59,38%).
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kebanyakan
perawat kurang atau tidak melakukan implementasi terhadap rencana
tindakan yang telah disusun. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
tentang proses keperawatan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan
adalah pengalaman yang didapatkan dari pelatihan yang dilakukan oleh petugas
kesehatan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32 responden yang belum
pernah mengikuti pelatihan sebanyak 16 orang, dan hal ini akan mempengaruhi
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
Setelah perawat menyusun rencana
keperawatan maka langkah selanjutnya adalah perawat menginplementasikan
tindakan yang telah diidentifikasikan dalam rencana asuhan keperawatan, dengan
rasional perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dan partisipasi pasien dalam tindakan keperawatan
berpengaruh pada hasil yang diharapkan.
5.
Evaluasi Keperawatan
Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32
orang responden yang melakukan evaluasi keperawatan dalam kategori lengkap
sebanyak 13 perawat (40,62%) dan yang melakukan evaluasi keperawatan dalam
kategori tidak lengkap sebanyak 19 perawat (59,38%).
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kebanyakan
perawat melakukan evaluasi keperawatan dengan kategori tidak lengkap. Hal ini
disebabkan perawat tetap melakukan tahapan asuhan keperawatan meskipun tahapan
sebelumnya kurang baik pelaksanaannya.
Langkah terakhir dalam memberikan asuhan keperawatan
adalah perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan dalam pencapaian
tujuan dan merevisi data dasar serta perencanaan, dengan rasional: praktek
keperawatan merupakan suatu proses dinamis yang mencakup berbagai perubahan
data, diagnosis yaitu perencanaan yang telah dibuat sebelumnya.
BAB
V
SIMPULAN
DAN SARAN
A.
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada
masing-masing variabel penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
Perawat yang melakukan pengkajian dalam kategori
lengkap sebanyak 15 perawat (46,88%) dan yang melakukan pengkajian dalam
kategori tidak lengkap sebanyak 17 perawat (53,12%).
2.
Perawat yang melakukan penegakkan diagnosa keperawatan
dalam kategori lengkap sebanyak 14 perawat (43,75%) dan yang melakukan
penegakkan diagnosa keperawatan dalam kategori tidak lengkap sebanyak 18
perawat (56,25%).
3.
Perawat yang melakukan penyusunan perencanaan
keperawatan dalam kategori lengkap sebanyak 14 perawat (43,75%) dan yang
melakukan penyusunan perencanaan keperawatan dalam kategori tidak lengkap
sebanyak 18 perawat (56,25%).
4.
Perawat yang melakukan implementasi keperawatan dalam
kategori lengkap sebanyak 13 perawat (40,62%) dan yang melakukan evaluasi
keperawatan dalam kategori tidak lengkap sebanyak 19 perawat (59,38%).
5.
Perawat yang melakukan evaluasi keperawatan dalam
kategori lengkap sebanyak 13 perawat (40,62%) dan yang melakukan evaluasi
keperawatan dalam kategori tidak lengkap sebanyak 19 perawat (59,38%).
B.
Saran
Berdasarkan Hasil
Pembahasan dan Kesimpulan dalam penelitian ini maka dapat disarankan sebagai
berikut :
1. Kepada institusi Rumah Sakit Umum Daeran
Bombana agar dapat melaksanakan penyuluhan terhadap penderita ISPA dengan
pneumonia terhadap pentingnya melakukan pola hidup sehat
2. Kepada keluarga penderita ISPA dengan
pneumonia supaya melakukan upaya-upaya pencegahan dalam merawat anggota
keluarga yang menderita hipertensi
3. Agar penelitian selanjutnya lebih difokuskan
pada faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan asuhan keperawatan di ruang
rawat inap
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, (2005). Ilmu Penyakit Dalam.
EGC. Jakarta
Arikunto,
(2008). Skala Pengukuran Non Parametrik. Rineka Cipta. Jakarta
Asrul, (2008). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kejadian ISPA di Desa Galesong. STIK-FAMIKA. Makassar
Corwin, (2006). Kapita Selekta Kedokteran.
EGC. Jakarta
Depkes RI, (2006), Pedoman
Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut untuk Penanggulangan
Pneumonia Balita, Jakarta.
………...2007. Kebijakan
dan strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional. Depkes.
RI. Jakarta
………..2010.
Rencana Pembangunan Kesehatan
Menuju Indonesia Sehat 2015. Jakarta
Entjang, (2007).
Pengantar Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta
Gloria Cyber
Ministries, (2006). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta
Kriyantono
Rachmad, (2007). Riset Komunikasi. Kencana. Jakarta
Mansjoer,
(2007). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Anak. EGC. Jakarta
Manuaba, (2008). Ilmu Kebidanan. YBP SW.
Jakarta
Marlyn D.E, Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2007, Rencana
Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Nursalam, Parianti Siti, (2008). Pengantar
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba. Jakarta
Nelson, (2005). Program Pemberantasan ISPA Pada
Balita. EGC. Jakarta
Nettina, Sandra M, (2007), Pedoman Praktek Keperawatan, EGC, Jakarta.
Rusli Utami, (2005). Asi Ekslusif. Kata Hati. Yogyakarta
Saifullah, (2005). Buku Panduan Praktis
Pelayanan Imunisasi. Ed.1, Cetakan ke-4. Jakarta; Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo,2004
Sudijono Anas, (2008). Pengantar
Statistik Pendidikan. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta
Sediotama,
(2006). Pengantar Gizi Balita. Salemba. jakarta
Soehardjo,
(2006). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta
Soetjiningsih, (2005). Ilmu Tumbuh Kembang Anak.
EGC. Jakarta
STIK Avicenna, (2008). Peraturan dan Kode
Etik Akademik. Kendari
Supartini Yupi, (2007). Konsep Dasar Keperawatan Anak, EGC, Jakarta.
Supariasa, DN, (2006). Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Suriadi,Yuliani R,2007, Asuhan Keperawatan pada
Anak, CV sagung Seto, Jakarta
Syamsuddin, (2008). Pedoman Pemberantasan Penyakit
ISPA pada Anak. EGC. Jakarta
Zaidin A, (2008). Dasar-Dasar Pengantar Keperawatan. EGC. Jakarta
No comments:
Post a Comment
Please comment here!