fin

Monday, April 9, 2012

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RETENSIO PLASENTA DI RSUD KAB. MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2008


BAB  I
 PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
                  Retensio plasenta merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan post partum lambat yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. Sebab plasenta belum lahir bisa karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
                  Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (1994) angka kematian ibu adalah 390/100.000 kelahiran hidup dan umumnya di negara miskin terdapat sekitar 20-50 % kematian wanita disebabkan oleh permasalahan kehamilan dan persalinan khususnya perdarahan. Perdarahan setelah persalinan disebabkan karena atoni uteri, sisa plasenta, laserasi jalan lahir, kelainan darah dan salah satunya adalah retensio plasenta.                                 
                  Menurut Wiknjosastro, 2002 dan Manuaba, 1998 Penyebab retensio plasenta adalah fungsionil, patologi anatomis, dan faktor uterus. Retensio sebagian atau seluruh plasenta dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan retraksi, menyebabkan sinus-sinus tetap terbuka, dan menimbulkan perdarahan postpartum.
                        Faktor-faktor predisposisi terjadinya retensio plasenta yaitu 1. Paritas ibu. Angka kejadian tertinggi retensio plasenta pada multipara dan paritas 4-5 (Joeharno, 2007). 2. Umur ibu. Makin tua umur ibu maka akan terjadi kemunduran yang progresif dari endometrium sehingga untuk mencukupi kebutuhan nutrisi janin diperlukan pertumbuhan plasenta yang lebih luas. 3. Graviditas. Ibu dengan graviditas I dan lebih dari IV merupakan faktor yang paling rentan untuk terjadinya retensio plasenta (Okti, N, 2009).            
                       Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%–17% di Rumah Sakit Umum H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun (1997–1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu.
                        Angka Kematian Ibu di provinsi Sulawesi Tenggara masih cukup tinggi dibandingkan dengan Angka Kematian Ibu nasional. Menurut estimasi Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2005 Angka Kematian Ibu di Sulawesi Tenggara diperkirakan 312 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes, 2005)
Di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, retensio plasenta yang termasuk dalam hemoragi (perdarahan) postpartum menduduki peringkat ke-1 terbanyak berdasarkan data dari bagian Rawat Inap Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara yang menampilkan 50 kasus Obstetri terbanyak tahun 2007 ( RSUD Provinsi Sultra Rekam Medis, 2007 )
Selanjutnya berdasarkan data dari Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten  Muna, pada tahun 2005 kasus retensio plasenta terdapat 38 kasus (25%), tahun 2006 terdapat 54 kasus (36%), tahun 2007 terdapat 58 kasus (38%) sedang tahun 2008 terdapat 60 kasus (42%) per 141 persalinan normal tanpa komplikasi. Berdasarkan data yang ada kasus retensio plasenta tahun 2007 lebih tinggi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna dari pada di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Sulawesi tenggara (Profil Kesehatan Muna, 2007).
                       Dalam bingkai paradigma inilah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian retensio plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008.
B.  Rumusan Masalah
                        Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Faktor-faktor apa sajakah yang  mempengaruhi  kejadian  retensio  plasenta  di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008 ?”
C.  Tujuan Penelitian
      1.  Tujuan Umum
            Untuk mendapatkan gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi  kejadian retensio plasenta di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008.
      2.  Tujuan Khusus
a.    Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian retensio plasenta di tinjau dari faktor umur ibu di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008.
b.    Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian retensio plasenta di tinjau dari faktor paritas ibu di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008.
c.    Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian retensio plasenta di tinjau dari faktor graviditas ibu diRumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008.


D.  Manfaat Penelitian
1.  Manfaat Teoritis
                        Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan masukan yang berharga bagi instansi kesehatan khususnya untuk Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Muna Propinsi Sulawesi Tenggara sebagai pusat pelayanan kesehatan. Bagi institusi Akademi Kesehatan Kendari Jurusan Kebidanan merupakan bahan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian retensio plasenta.
2.  Manfaat Praktis
                        Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang kehamilan umumnya dan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian retensio plasenta khususnya pada ibu bersalin.
3.  Manfaat Bagi Peneliti
                        Merupakan pengalaman berharga bagi peneliti dalam memperluas wawasan keilmuan dalam melaksanakan penelitian, serta sebagai salah salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan program Diploma III jurusan kebidanan


 BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA
A.   Telaah Pustaka
1.    Tinjauan Umum Tentang Retensio Plasenta
a. Pengertian
            Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus. Tidak semua retensio plasenta menyebabkan terjadinya perdarahan. Apabila terjadi perdarahan, maka plasenta dilepaskan secara manual lebih dulu.
Jenis retensio plasenta adalah:
1.    Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih  dalam, yang menurut perlekatannya dibagi menjadi :
a.    Placenta adhesiva, yang melekat pada desidua endometrium lebih  dalam
b.    Placenta inkreta, dimana vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium
c.    Placenta akreta, yang menembus lebih dalam ke dalam miometrium tetapi belum menembus serosa

d.    Placenta perkreta, yang menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
 2. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan   menyebabkan perdarahan yang banyak. Atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata) (Winkjosastro, 2006).
               Retensio sebagian atau seluruh plasenta dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan retraksi, menyebabkan sinus-sinus tetap terbuka, dan menimbulkan perdarahan post partum. Begitu bagian plasenta terlepas dari dinding uterus, perdarahan terjadi dari daerah tersebut. Bagian plasenta yang masih melekat melintangi retraksi miometrium dan perdarahan berlangsung terus sampai sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan (Wiknjosastro,2002).
Pada retensio plasenta baik seluruh atau sebagian lobus suksenturiata, sebuah kotiledon atau suatu fragmen plasenta yang tertinggal pada dinding uterus dapat menyebabkan perdarahan post partum. Tidak ada hubungan antara banyaknya bagian plasenta yang masih melekat dengan beratnya perdarahan. Hal yang perlu diperhatikan adalah derajat atau dalamnya perlekatan plasenta tersebut (Slamet,Jhon, 1992).
b.  Klasifikasi
Retensio plasenta dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.    Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
2.    Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian lapisan miometrium.
3.    Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/melewati lapisan miometrium.
4.    Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5.    Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
c.  Epidemiologi
   Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%–17% di Rumah Sakit Umum H. Damanhuri Barabai, selama 3 tahun (1997–1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu. (Joeharno,2007)
d.  Etiologi
Adapun penyebab atau faktor yang  mempengaruhi kejadian retensio plasenta adalah :
              1). Fungsionil
a.    His kurang kuat.
b.    Plasenta sukar terlepas karena mempunyai inersi di sudut tuba, berbentuk plasenta membranasea atau plasenta anularis, berukuran sangat kecil, plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut diatas disebut plasenta adesiva.
2). Patologi anatomis
  a. Plasenta inkreta, dimana vili korealis tumbuh lebih dalam menembus desidua sampai ke miometrium.
  b. Plasenta akreta, yang menembus lebih dalam ke dalam miometrium tetapi belum menembus serosa.
  c. Plasenta perkreta, yang menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
3). Faktor uterus
a).  Kelainan bentuk uterus (bicornus, berseptum)
b).  Mioma uterus
c).   Riwayat tindakan pada uterus yaitu tindakan bedah sesar, operasi   uterus yang mencapai kavum uteri, abortus dan dilakukan kuretase yang bisa menyebabkan implantasi plasenta abnormal.
4)    Umur
                  Umur/usia ibu merupakan salah satu faktor yang memepengaruhi status kesehatan ibu pada masa kehamilan. Ibu hamil dengan umur yang relatif mudah atau sebaliknya terlalu tua cenderung lebih mudah untuk mengalami komplikasi kesehatan dibandingkan dengan ibu dengan kurun waktu reproduksi sehat yakni 20-35 tahun. Hal ini erat kaitannya dengan kematangan sel-sel reproduksi, tingkat kerja organ reproduksi serta tingkat pengetahuan dan pemahaman ibu mengenai pemenuhan gizi pada masa kehamilan.
                  Hubungannya dengan retensio plasenta, dikatakan bahwa angka kejadian retensio plasenta lebih banyak terjadi pada ibu yang berusia muda atau ibu hamil primigravida usia di atas 35 tahun.
                  Menurut Toha (1998) mengatakan bahwa di Indonesia kejadian retensio plasenta banyak dijumpai pada ibu dengan umur muda dan paritas tinggi. Ini dikarenakan banyak wanita Indonesia yang menikah di usia muda sedangkan endometrium belum matang sehingga pada masa pertumbuhannya plasenta akan mengalami hiopertropi (perluasan) dan dapat menutupi sebagian keseluruhan jalan lahir. Makin tua umur ibu maka akan terjadi kemunduran yang progresif dari endometrium sehingga untuk mencukupi kebutuhan nutrisi janin diperlukan pertumbuhan plasenta yang lebih luas (Okti, N 2009).
5)    Paritas
                  Paritas Ibu pada multipara akan terjadi kemunduran dan cacat pada endometrium yang mengakibatkan terjadinya fibrosis pada bekas implantasi plasenta pada persalinan sebelumnya, sehingga vaskularisasi menjadi berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan janin, plasenta akan mengadakan perluasan implantasi dan vili khorialis akan menembus dinding uterus lebih dalam lagi sehingga akan terjadi plasenta adhesiva sampai perkreta. Ashar Kimen mendapatkan angka kejadian tertinggi retensio plasenta pada multipara, sedangkan Puji Ichtiarti mendapatkan kejadian retensio plasenta tertinggi pada paritas 4-5 (Joeharno, 2007)
6)    Graviditas
Graviditas adalah jumlah kehamilan seluruhnya yang telah dialami oleh ibu tanpa memandang hasil akhir kehamilan. Graviditas I dan graviditas lebih dari IV mempunyai angka kematian maternal yang lebih tinggi. Ibu yang baru pertama kali hamil merupakan suatu hal yang baru dalam hidupnya sehingga secara psiklogis mentalnya belum siap dan ini akan memperbesar terjadinya komplikasi. Selain itu juga retensio plasenta sering terjadi pada graviditas tinggi hal ini disebabkan karena fungsi alat-alat vital dan organ reproduksi mulai mengalami kemunduran yang diakibatkan semakin rendahnya hormon-hormon yang berfungsi dalam proses kematangan reproduksi.
Kehamilan lebih dari tiga kali atau lebih dari empat, menyebabkan rahim ibu teregang dan semakin lemah sehingga rentan untuk terjadinya komplikasi dalam persalinan yang salah satunyan adalah kejadian retensio plasenta (Winkjosastro, 2006).

Adapun etiologi dari kasifikasi retensio plasenta adalah
Gejala
Separasi / akreta parsial
Plasenta inkarserata
Plasenta akreta
Konsistensi uterus
Kenyal
Keras
Cukup
Tinggi fundus
Sepusat
2 jari bawah pusat
Sepusat
Bentuk uterus
Diskoid
Agak globuler
Diskoid
Perdarahan
Sedang-banyak
Sedang
Sedikit/tidak ada
Tali pusat
Terjulur sebagian
Terjulur
Tidak terjulur
Ostium uteri
Terbuka
Konstriksi
Terbuka
Separasi plasenta
Lepas sebagian
Sudah lepas
Melekat seluruhnya
Syok
Sering
Jarang
Jarang sekali

Gejala dan tanda yang selalu ada jika terjadi retensio plasenta :
a. Plasenta belum lahir setelah 30 menit
b. Perdarahan segera
c. Uterus kontraksi baik
Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:
a. Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
b. Inversio uteri akibat tarikan
c. Perdarahan lanjutan
e. Patogenesis
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat otot miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
            1.    Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
            2.    Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
            3.    Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
            4.    Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tiga. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :
             1.    Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
             2.    Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di corpus; dan adanya plasenta akreta.
             3.    Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
f. Gejala Klinis
1.    Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
2.    Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
g.  Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1.    Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2.    Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3.    Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4.    Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5.    Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6.    Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
Retensio plasenta dengan separasi parcial
a.    Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil
b.    Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
c.    Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit. Bila perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri)
d.    Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan
e.    Lakukan transfusi darah apabila diperlukan
f.     Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g IV / oral + metronidazol 1 g supositoria / oral)
g.    Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik.

Plasenta inkarserata
a.    Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan
b.    Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan konstriks serviks dan melahirkan plasenta
c.    Pilih fluethane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat, siapkan infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit untuk mengantisipasi gangguan kontraksi yang diakibatkan bahan anastesi tersebut.
d.    Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan dan serviks dapat dilalui cunam ovum, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur ini berikan analgesik (Tramadol 100 mg IV atau Pethidine 50 mg IV) dan sedatif (Diazepam 5 mg IV) pada tabung pada tabung suntik yang terpisah.
Plasenta Akreta
a.    Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena karena implantasi yang dalam.
b.    Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan operatif.
h.  Komplikasi
   Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1.    Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
2.    Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
3.    Sepsis
4.    Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.
i.   Prognosis
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan sebelumnya serta efektifitas terapi, diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat.
 2.  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Retensio Plasenta
 a. Fungsionil
1.    His kurang kuat.
2.    Plasenta sukar terlepas karena mempunyai inersi di sudut tuba, berbentuk plasenta membranasea atau plasenta anularis, berukuran sangat kecil, plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut diatas disebut plasenta adesiva.
 b. Patologi anatomis
1.    Plasenta inkreta, dimana vili korealis tumbuh lebih dalam menembus desidua sampai ke miometrium.
2.    Plasenta akreta, yang menembus lebih dalam ke dalam miometrium tetapi belum menembus serosa.
3.    Plasenta perkreta, yang menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
 c.  Faktor uterus
1.    Kelainan bentuk uterus (bicornus, berseptum)
2.    Mioma uterus
3.    Riwayat tindakan pada uterus yaitu tindakan bedah sesar, operasi uterus yang mencapai kavum uteri, abortus dan dilakukan kuretase yang bisa menyebabkan implantasi plasenta abnormal.
d. Umur
                        Umur/usia ibu merupakan salah satu faktor yang memepengaruhi status kesehatan ibu pada masa kehamilan. Ibu hamil dengan umur yang relatif mudah atau sebaliknya terlalu tua cenderung lebih mudah untuk mengalami komplikasi kesehatan dibandingkan dengan ibu dengan kurun waktu reproduksi sehat yakni 20-35 tahun. Hal ini erat kaitannya dengan kematangan sel-sel reproduksi, tingkat kerja organ reproduksi serta tingkat pengetahuan dan pemahaman ibu mengenai pemenuhan gizi pada masa kehamilan.
                        Hubungannya dengan retensio plasenta, dikatakan bahwa angka kejadian retensio plasenta lebih banyak terjadi pada ibu yang berusia muda atau ibu hamil primigravida usia di atas 35 tahun.
                        Menurut Toha (1998) mengatakan bahwa di Indonesia kejadian retensio plasenta banyak dijumpai pada ibu dengan umur muda dan paritas tinggi. Ini dikarenakan banyak wanita Indonesia yang menikah di usia muda sedangkan endometrium belum matang sehingga pada masa pertumbuhannya plasenta akan mengalami hiopertropi (perluasan) dan dapat menutupi sebagian keseluruhan jalan lahir. Makin tua umur ibu maka akan terjadi kemunduran yang progresif dari endometrium sehingga untuk mencukupi kebutuhan nutrisi janin diperlukan pertumbuhan plasenta yang lebih luas (Okti, N 2009).
e. Paritas
                        Paritas Ibu pada multipara akan terjadi kemunduran dan cacat pada endometrium yang mengakibatkan terjadinya fibrosis pada bekas implantasi plasenta pada persalinan sebelumnya, sehingga vaskularisasi menjadi berkurang. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan janin, plasenta akan mengadakan perluasan implantasi dan vili khorialis akan menembus dinding uterus lebih dalam lagi sehingga akan terjadi plasenta adhesiva sampai perkreta. Ashar Kimen mendapatkan angka kejadian tertinggi retensio plasenta pada multipara, sedangkan Puji Ichtiarti mendapatkan kejadian retensio plasenta tertinggi pada paritas 4-5 (Joeharno, 2007).
f.  Graviditas
Graviditas adalah jumlah kehamilan seluruhnya yang telah dialami oleh ibu tanpa memandang hasil akhir kehamilan. Graviditas I dan graviditas lebih dari IV mempunyai angka kematian maternal yang lebih tinggi. Ibu yang baru pertama kali hamil merupakan suatu hal yang baru dalam hidupnya sehingga secara psiklogis mentalnya belum siap dan ini akan memperbesar terjadinya komplikasi. Selain itu juga retensio plasenta sering terjadi pada graviditas tinggi hal ini disebabkan karena fungsi alat-alat vital dan organ reproduksi mulai mengalami kemunduran yang diakibatkan semakin rendahnya hormon-hormon yang berfungsi dalam proses kematangan reproduksi.
Kehamilan lebih dari tiga kali atau lebih dari empat, menyebabkan rahim ibu teregang dan semakin lemah sehingga rentan untuk terjadinya komplikasi dalam persalinan yang salah satunyan adalah kejadian retensio plasenta (Winkjosastro, 2006).
B.   Landasan Teori
         Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian retensio plasenta merupakan variabel yang akan diteliti yaitu umur, dalam hal ini yang patut dibicarakan adalah muda dan tuanya seseorang yang diukur mulai saat kelahirannya sampai dilakukannya penelitian ini berdasarkan status yang tercantum dalam rekam medik. Paritas adalah seseorang wanita sehubungan dengan kelahiran anak yang dapat hidup. Paritas ibu yang bersangkutan mempengaruhi morbiditas dan mortalitas ibu dan anak. Risiko terhadap ibu dan anak pada kelahiran bayi pertama cukup tinggi akan tetapi risiko ini tidak dapat di hindari. Kemudian risiko itu menurun pada paritas kedua dan ketiga serta meningkat lagi pada paritas keempat dan seterusnya. Graviditas adalah jumlah kehamilan seluruhnya yang telah dialami oleh ibu tanpa memandang hasil akhir kehamilan. Graviditas I atau lebih dari IV beresiko untuk terjadinya retensio plasenta (Winkjosastro, 2006).
 
C.   Kerangka Konsep



DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta : Jakarta
Darwis, S. 2003. Metode Penelitian Kebidanan Prosedur, Kebijakan dan Etik. EGC :  Jakarta
FK. UNPAD. 2004. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Ed-2. EGC : Jakarta
Joeharno. 2007. Retensio Plasenta. http://www.alhamsyah.com. Akses tanggal 28 April 2009
Manuaba, IBG.1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan : Jakarta
------------, -----,2001. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan : Jakarta
Mochtar, R. 1998. Sinopsis obstetri Fisiolgi Patologi. EGC : Jakarta
Natsir, M. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia : Jakarta
Notoatomodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta  : Jakarta
Okti, N. 2009. Paritas vs Perdarahan Postpartum. http://oktinikilah.blogspot.com. Akses tanggal 25 April 2009
Profil Kesehatan Muna. 2008. Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Muna : Raha
Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2005. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara : Kendari
Slamet, John. 1992. Perdarahan Hamil Tua dan Perdarahan Postpartum. http://www.kalbe.co.id. Akses tanggal 25 April 2009
Taber, Ben-Zion. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. EGC : Jakarta
Winkjosastro. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka : Jakarta
-----------------, 2006. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka : Jakarta
-----------------, 2006. Perdarahan Pasca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.YBP-SP : Jakarta.









No comments:

Post a Comment

Please comment here!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Feedjit